Oleh : Safinah Azmir, M.Pd
Sosok perempuan tangguh yang selalu kurindukan. Sosok perempuan yang supel, ceria dan penuh dengan kasih sayang. Beliau adalah ibu dari lima orang anaknya. Perempuan yang cantik. Gigih dan cekatan. Mama seorang perempuan yang mandiri. Ibu muda yang melahirkan anak pertama di usia 20 an. Karena kondisi yang mengharuskan beliau untuk cepat mengakhiri masa gadisnya. Mama melahirkan anak kelima di tahun 1980. Kelima anak beliau selalu dimotivasi untuk menjadi juara di sekolah. Mama akan mendampingi kami disaat belajar dan mendukung semua kegiatan-kegiatan yang diadakan madrasah. “Kalian harus hebat dari mama”. “Mama hanya menamatkan mualimin (sekolah setingkat Madrasah Tsanawiyah) jadi kalian harus sekolah tinggi”, kata mama kepada kami.
Aku sebagai anaknya bangga. Walaupun mamaku hanya menamatkan pendidikan tingkat pertama, tapi semangat untuk maemajukan anaknya sungguh luar biasa. Mama akan selalu mensuport dan ikut mensuksesan kegiatan anak-anaknya. Karena kami anak-anak mama dididik di Madrasah swasta. Kepedulian orang tua siswa dan masyarakat diajungin jempol. Seperti kegiatan Kemah Bakti Pramuka, mama akan mendampingi kami. Tujuan bukan untuk memanjakan kami, semua yang mama lakukan tak lain untuk memberikan suport buat anak-anaknya dan memberikan bantuan baik moril ataupun materil kepada madrasah yang ada di desa kami.
Kedisiplinan mama dan papa dalam mendidik kami dari kecil sangat kami rasakan hikmahnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya untuk menuntut ilmu, bagaimana menjaga hubungan baik sesama saudara, teman dan masyarakat. Walaupun sekarang mama dan papa sudah menghadap Ilahi, didikan mama dan papa akan selalu kami ingat.Rasa syukur ini tiada hentinya, mama dan papa orang tua hebat yang kami banggakan.
Belum terbalaskan semua kasih sayang mama kepadaku. Mama sudah menghadap ilahi tepatnya 29 Januari 2018. Mama yang gesit dalam beraktivitas sehari-hari dan selau ceria didepan kami anak-anaknya dan cucu-cucu. Ternyata mama menyembunyikan penyakitnya. Mama sering BAB (mencret) setelah habis makan, ini telah berlangsung sangat lama. Aku tak tahu ternyata sering mencret inilah awal penyakit mama, makin hari berat badan mama mulai menyusut. Melihat kondisi badan mama mulai terlihat kurus, dokter di klinik tempat mama berobat menyarankan untuk memeriksakan penyakit mama secara serius ke dokter penyakit dalam.
Sepulang aku dari sekolah, aku dipanggil mama. “Pi, mama disarankan dokter untuk periksa ke dokter penyakit dalam”, kata ama. “Bagusnya memang begitu ma”, jawabku, tapi besok epi nggak bisa mengantar , mama pergi sama adik aja ya ma”, kataku.
Mama diantar adik untuk periksa ke dokter penyakit dalam. Sekitar Jam 14.00 wib, adikku menelpon.
“Uni, mama sudah pulang dari dokter, ternyata dari hasil pemeriksaan, mama diprediksi kanker usus”, kata adikku.
Berita yang sama sekali tak pernah ku bayangkan. Aku hanya menganggap mama mencret biasa. Tak mungkin penyakit yang berbahaya, aku membatin”, Ya Allah sembuhkan mamaku, doaku dalam hati.
“Uni, sepulang dari dokter, mama hanya diam dan sedih mendengar keterangan dokter”, kata adik di telpon.
Ya Allah, kuatkan mama. Aku tidak boleh bersedih dan harus bisa menahan tangis di depan mama. Inilah takdir. Mama yang selama ini selalu sehat, siapa menyangka dari hasil pemeriksaan dokter terkena kanker usus .
Mama harus melakukan operasi pengambilan sampel, untuk tindakan pengobatan selanjutnya.Setelah dilakukan tindakan konostopi, hasilnya mama diharuskan menjalankan beberapa kali kemotrapi. Kemotrapi pertama, kondisi mama sudah tidak kuat. Habis kemotrapi mama muntah dan tidak sanggup untuk sholat berdiri. Melihat kondisi mama, adik laki-lakiku melarang mama untuk melanjutkan kemotrapi. Mamapun ketakutan dan tidak sanggup lagi untuk melanjutkannya, ada 4 kali kemotrapi lagi. Melihat mama tidak kuat untuk melanjutkan kemotrapi, akhirnya aku tidak memaksa mama untuk melanjutkan kemotrapi.
Suatu siang kutemui mama, “Ma, sekarang maunya mama berobat dimana?” kataku. Aku tidak sanggup melihat mama terus bersedih memikirkan penyakitnya. “ Mama mau berobat alternatif aja ya”, suara ama penuh kekhawatiran takut tidak aku setujui. “Melihat mama memelas sambil memberikan keterangan banyak pasien yang sembuh dengan pengobatan herbal. Akhirnya aku mengikuti pilihan mama dan adik laki-lakiku. Tempat yang nyaman untuk berobat, bagi mama merupakan terapi ketenangan dan kenyaman ini yang sangat diharapkannya. Mama kelihatan semangat untuk berobat bahkan untuk berobat kadang pergi sendiri. Keceriaan terlihat kembali, kegesitan mama untuk beraktivitas kembali seperti semula, alhamdulillah.
Seiring berjalannya waktu, awal bulan Februari 2016 setelah 2 tahun mama divonis pengidap penyakit kanker usus, kondisi kesehatan mama mulai menurun lagi. Melihat kondisi mama semakin menurun, adik ipar menyarankan untuk periksa kembali dengan dokter penyakit dalam yang lain. Untuk melihat perkembangan penyakit mama, dokter minta mama melakukan konostopi lagi.
Aku dan mama menunggu hasil pemeriksaan dokter dengan hati yang was-was. Aku sebenarnya takut mendengarkan keterangan dokter, aku tak ingin memperlihatkan kekhawatiran ini kepada mama. Dokter meminta kami masuk ke ruangannya.
“Buk, dari hasil ini, ibuk harus dioperasi dan pembuangan permanen diluar”, kata dokter.
“Apa tidak ada alternatif lain dok ?”, kataku. Aku melihat muka mama pucat pasi mendsengar penjelasan dokter. Ya Allah, kasihan mama, aku membatin. Sangat diluar dugaan, begitu cepatnya penyakit ini berkembang.
“Buk, kenapa dulu sewaktu divonis menderita penyakit ini, ibuk tidak mau dikemotrapi?” seandainya ibu dulu mengikuti anjuran dokter, pasti pembuangan ibu masih bisa dipertahankan, tidak perlu diletakkan diluar”, dokter menjelaskan panjang lebar menyampaikan kekecewaannya kepada mama.
“Adakah alternatif lain selain operasi dok?”, tanya mama.
“Apa ibuk siap untuk patuh mengikuti aturan pengobatan?”. tanya dokter kepada mama.
“Banyak pasien yang tak patuh, nanti yang disalahkan pengobatan yang saya anjurkan”, katanya.
“Ibu harus dikemotrapi selama 3 bulan tak boleh berhenti, dalam 1 minggu kemotrapi 4 kali. “Ibu siap?” kata dokter.
“Ya dok, saya akan patuh “, jawab mama.
Dalam pengobatan tidak semudah aku bayangkan. Banyak yang harus diikuti prosedurnya, baik administrasi dan beberapa lagi pemeriksaan sampel penyakit yang diambil. Tujuannya untuk menentukan apa obat yang digunakan untuk kemotrapi mama. Sementara dalam pengurusan yang begitu banyak, mama memohon lagi padaku.
“Pi, mama sudah pikir-pikir lagi untuk dioperasi dan dikemotrapi dua-duanya mama tidak sanggup”, kata mama. Aku tak sanggup menatap mama, ada genangan air mata terlihat jelas kesedihan yang dalam.
Aku tak bisa ambil keputusan sendiri. Akhirnya saya telpon kakak tertua, menyampaikan keputusan mama. Akhirnya kami anak-anak mama mengambil jalan meninggalkan pengobatan medis.
Adikku mencari informasi pengobatan herbal. Pengobatan ke kota Pekanbaru, setiap bulan . mama menjalankan pengobatan di Pekanbaru selama 1 tahun. Mama selalu diantar oleh adik. Aku tidak bisa mengantarkan mama karena ada tanggung jawab sebagai guru, tidak bisa untuk setiap bulan harus izin. Walaupun demikian aku bersyukur ada kesempatan satu kali untuk mendampingi mama ke Pekanbaru. Selama perjalanan, kondisi mama terlihat nyaman dan semangat. Padahal sebelum berangkat kata adik, kondisi mama memprihatinkan, mama mengerang kesakitan diperut. Aku dan suami yang mengantar ama ke Pekanbaru. Sampai di Pekanbaru mama bilang sekitar jam 9 pagi, kami berangkat dari Padang jam 2 dini hari.
“Kalian jalan-jalan aja di pasar mana tahu ada yang mau dibeli, biar mama sendiri yang pergi ambil obat”, kata mama. Tempat berobat mama disamping pasar. Jadi kami keliling pasar sambil menunggu mama ambil obat.
Begitulah mama, tidak mau merepotkan kami. Tidak lama kami menunggu sekitar jam 12 siang, mama sudah kembali dari tempat berobat.
“Apa sudah siap belanjanya?”, kata mama. Mama sudak siap berobat.
“Udah siap ma”, kataku.
“Kalau begitu, ayo kita balik ke Padang”, kata mama sambil tersenyum.
Selama perjalanan tak pernah ada rintihan mama menahan sakit.
“Uni, bagaimana mama?”, apa aman diperjalanan, tanya adik.
“Alhamdulillah aman, jawabku.
“Kedengaran tawa adik ditelpon, iya?
“Bearti mama ingin uni yang antar tuh, makanya mama tidak ada merasa sakit”, kata adikku.
Dalam 1 tahun kondisi mama membaik. Memang penyakit kanker ini terus memakan semua setiap yang ada di tubuh manusia. Begitu juga dengan mama, penyakit ini semakin ganas, kita diberi harapan, terus beberapa lama harapan itu sirna, penyakit telah memakan sel-sel ditubuh mama. Sudah sampai di hati.
Akhir tahun 2018, kondisi mama semakin memburuk. Mama semakin kurus. Sudah sering terdengar erangan mama menahan sakit. Mama sudah tidak bisa keluar kamar. Tapi mama selalu melihatkan semangatnya pada semua orang. Setiap ada telpon, menanyakan kondisi mama, mama akan bilang baik-baik aja. Bahkan untuk ke kamar mandi, tidak mau ditemani. Mama akan tertatih tatih berjalan ke kamar mandi. Mama tidak mau dipasangin pampers. Mama masih yakin bisa untuk BAK dan BAB sendiri ke kamar mandi. Ah, mamaku super hebat.
Tubuh mama semakin lemah, malam hari alhamdulillah aku diberi kesempatan waktu oleh allah swt , untuk menemani mama tidur.
“Pi, nanti tidur dengan mama ya, kata mama.
“Iya ma, sahutku.
Tengah malam mama selalu terjaga, karena tidak kuatnya menahan sakit. Mama kepanasan, ini karena sakit yang tak tertahankan yang mama rasakan. Walaupun kamar sudah ada pendingin, tapi mama selalu minta untuk dikipasin.
“Pi, kipasin mama ya panas sekali, kata mama.
Ku tatap wajah mama, wajah yang pucat. Mama semakin kurus sekali dan kulit tangan kelihatan keriput dan kering. Mama tidak bisa lagi untuk bangun, semua kegiatan sudah di atas tempat tidur.
Disaat aku temani mama, aku dikejutkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut mama.
“Pi, kalau mama meninggal nanti,” nanti nenek disuruh ke Jakarta aja ya. Biar nenek sama uncu, uncu tidak terikat kerja, jadi lebih aman untuk menjaga nenek”.
Nenekku yang berumur 90 tahun, selalu setia menemani mama kalau aku lagi mengajar. Tidak berapa lama mama berpesan itu padaku. Sore tanggal 28 Januari 2018, mama tidak menyahut lagi panggilanku. Mama diam, disaat ku bangunkan untuk salat magrib. Tidak ada lagi reaksinya, walaupun masih ada bunyi detak jantung mama. Aku membatin, ya Allah jika ini saatnya, ambillah mamaku, aku ikhlas. Aku tidak tahan lagi melihat mama selalu mengerang kesakitan. Satu malam mama hanya diam, pagi disaat salat dhuha, ku berdoa, ya Allah disaat terakhir mama, mohon gerakan hatinya untuk menyebut namaMu ya Allah.
Aku mengiringi mama, membisikkan kalimat LA ILLA HA ILLALLAH, LA ILLA HA ILLALLAH. Pelan kurasakan bahu mama terangkat ke atas,dan terdengar helaan nafas terakhir mama. Mama di depan kami anak-anaknya menghembuskan nafas terakhir.
Innalillahi wa inna illaihi rojiun. Kesayangan kami telah dijemput sang pemiliknya.
Aku merindukanmu mama. Setiap sudut rumah ini masih terngiang suaramu. Lebih lagi setiap aku memasuki kamar tidur terakhir mama, suara mama yang menahan sakit masih segar ditelingaku. Rintihan itu, Ya Allah ampuni mamaku.
Mama, ibu hebat bagiku dan anak-anakmu yang lain. Nenek yang super hebat dimata cucu-cucumu.
Dikala rindu ini menyerangku hanya doa yang dapat ku kirimkan buat mama.
“Ya Allah. Ampunilah mama. Berilah RahmadMu kepadanya. Selamatkanlah dan maaflkan mamaku, dan tempatkan pada tempat yang mulia(surgaMu). Luaskan kuburan mamaku dan mandikan dengan air salju dan air embun. Bersihkan mam denri segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju putih dari kotoran”.
0 Komentar